Rabu, 15 Februari 2012

UU anak

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 23 TAHUN 2002

TENTANG

PERLINDUNGAN ANAK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :
a.    bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin kesejahteraan tiap-tiap warga negaranya, termasuk perlindungan terhadap hak anak yang merupakan hak asasi manusia;
b.    bahwa anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya;
c.    bahwa anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan;
d.    bahwa agar setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial, dan berakhlak mulia, perlu dilakukan upaya perlindungan serta untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi;
e.    bahwa untuk mewujudkan perlindungan dan kesejahteraan anak diperlukan dukungan kelembagaan dan peraturan perundang-undangan yang dapat menjamin pelaksanaannya;
f.    bahwa berbagai undang-undang hanya mengatur hal-hal tertentu mengenai anak dan secara khusus belum mengatur keseluruhan aspek yang berkaitan dengan perlindungan anak;
g.    bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a, b, c, d, e, dan f perlu ditetapkan Undang-undang tentang Perlindungan Anak;


Mengingat :
1.    Pasal 20, Pasal 20A ayat (1), Pasal 21, Pasal 28B ayat (2), dan Pasal 34 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.    Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak (Lembaran Negara Tahun 1979 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3143);
3.    Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on The Elimination of all Forms of Discrimination Against Women) (Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3277);
4.     Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3668);
5.    Undang-undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3670);
6.     Undang-undang Nomor 20 Tahun 1999 tentang Pengesahan ILO Convention No. 138 Concerning Minimum Age for Admission to Employment (Konvensi ILO mengenai Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja) (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3835);
7.     Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3886);
8.    Undang-undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan ILO Convention No. 182 Concerning The Prohibition and Immediate Action for The Elimination of The Worst Forms of Child Labour (Konvensi ILO No. 182 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak) (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3941);







Dengan persetujuan :
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERLINDUNGAN ANAK.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1.    “ Anak “adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
2.    Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
3.     Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya, atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai dengan derajat ketiga.
4.     Orang tua adalah ayah dan/atau ibu kandung, atau ayah dan/atau ibu tiri, atau ayah dan/atau ibu angkat.
5.    Wali adalah orang atau badan yang dalam kenyataannya menjalankan kekuasaan asuh sebagai orang tua terhadap anak.
6.    Anak terlantar adalah anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar, baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial.
7.     Anak yang menyandang cacat adalah anak yang mengalami hambatan fisik dan/atau mental sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangannya secara wajar.
8.     Anak yang memiliki keunggulan adalah anak yang mempunyai kecerdasan luar biasa, atau memiliki potensi dan/atau bakat istimewa.
9.     Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.
10.    Anak asuh adalah anak yang diasuh oleh seseorang atau lembaga, untuk diberikan bimbingan, pemeliharaan, perawatan, pendidikan, dan kesehatan, karena orang tuanya atau salah satu orang tuanya tidak mampu menjamin tumbuh kembang anak secara wajar.
11.    Kuasa asuh adalah kekuasaan orang tua untuk mengasuh, mendidik, memelihara, membina, melindungi, dan menumbuhkembangkan anak sesuai dengan agama yang dianutnya dan kemampuan, bakat, serta minatnya.
12.    Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara.
13.    Masyarakat adalah perseorangan, keluarga, kelompok, dan organisasi sosial dan/atau organisasi kemasyarakatan.
14.    Pendamping adalah pekerja sosial yang mempunyai kompetensi profesional dalam bidangnya.
15.     Perlindungan khusus adalah perlindungan yang diberikan kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan, perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran.
16.    Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi.
17.     Pemerintah adalah Pemerintah yang meliputi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

BAB II

ASAS DAN TUJUAN

Pasal 2

Penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-Hak Anak meliputi :

a.     non diskriminasi;
b.    kepentingan yang terbaik bagi anak;
c.    hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan
d.    penghargaan terhadap pendapat anak.

Pasal 3

Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.



BAB III

HAK DAN KEWAJIBAN ANAK

Pasal 4

Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Pasal 5

Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan.

Pasal 6

Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orang tua.

Pasal 7
(1)    Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya sendiri.
(2)    Dalam hal karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar maka anak tersebut berhak diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 8

Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial.

Pasal 9

(1)    Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.
(2)    Selain hak anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), khusus bagi anak yang menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan khusus.






Pasal 10

Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan.


Pasal 11


Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang$2C bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri.


Pasal 12



Setiap anak yang menyandang cacat berhak memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.


Pasal 13

(1)    Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan:

a.    diskriminasi;
b.    eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;
c.    penelantaran;
d.    kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan;
e.    ketidakadilan; dan
f.    perlakuan salah lainnya.

(2)    Dalam hal orang tua, wali atau pdngasuh anak melakukan segala bentuk perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman.


Pasal 14


Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir.

Pasal 15


Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari :

a.    penyalahgunaan dalam kegiatan politik;
b.    pelibatan dalam sengketa bersenjata;
c.    pelibatan dalam kerusuhan sosial;
d.    pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan; dan
e.    pelibatan dalam peperangan.


Pasal 16

(1)    Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.
(2)    Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum.
(3)    Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.


Pasal 17

(1)    Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk :

a.     mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang dewasa;
b.    memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku; dan
c.     membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum.

(2)    Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan.


Pasal 18


Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya.




Pasal 19


Setiap anak berkewajiban untuk :

a.     menghormati orang tua, wali, dan guru;
b.    mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman;
c.    mencintai tanah air, bangsa, dan negara;
d.    menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya; dan
e.    melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.


BAB IV

KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 20

Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.


Bagian Kedua

Kewajiban dan Tanggung Jawab
Negara dan Pemerintah

Pasal 21


Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab menghormati dan menjamin hak asasi setiap anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik dan/atau mental.


Pasal 22


Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan anak.


Pasal 23

(1)    Negara dan pemerintah menjamin perlindungan, pemeliharaan, dan kesejahteraan anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali, atau orang lain yang secara hukum bertanggung jawab terhadap anak.
(2)    Negara dan pemerintah mengawasi penyelenggaraan perlindungan anak.


Pasal 24


Negara dan pemerintah menjamin anak untuk mempergunakan haknya dalam menyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan anak.


Bagian Ketiga

Kewajiban dan Tanggung Jawab Masyarakat

Pasal 25


Kewajiban dan tanggung jawab masyarakat terhadap perlindungan anak dilaksanakan melalui kegiatan peran masyarakat dalam penyelenggaraan perlindungan anak.


Bagian Keempat

Kewajiban dan Tanggung Jawab
Keluarga dan Orang Tua

Pasal 26

(1)     Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk :

a.    mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak;
b.     menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya; dan
c.     mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.

(2)    Dalam hal orang tua tidak ada, atau tidak diketahui keberadaannya, atau karena suatu sebab, tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya, maka kewajiban dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat beralih kepada keluarga, yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB V

KEDUDUKAN ANAK

Bagian Kesatu

Identitas Anak

Pasal 27

(1)    Identitas diri setiap anak harus diberikan sejak kelahirannya.
(2)    Identitas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dituangkan dalam akta kelahiran.
(3)    Pembuatan akta kelahiran didasarkan pada surat keterangan dari orang yang menyaksikan dan/atau membantu proses kelahiran.
(4)    Dalam hal anak yang proses kelahirannya tidak diketahui, dan orang tuanya tidak diketahui keberadaannya, pembuatan akta kelahiran untuk anak tersebut didasarkan pada keterangan orang yang menemukannya.


Pasal 28

(1)    Pembuatan akta kelahiran menjadi tanggung jawab pemerintah yang dalam pelaksanaannya diselenggarakan serendah-rendahnya pada tingkat kelurahan/desa.
(2)    Pembuatan akta kelahiran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diberikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diajukannya permohonan.
(3)    Pembuatan akta kelahiran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dikenai biaya.
(4)    Ketentuan mengenai tata cara dan syarat-syarat pembuatan akta kelahiran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur dengan peraturan perundang-undangan.



BAB IX

PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN

Bagian Kesatu

Agama

Pasal 42
(1)    Setiap anak mendapat perlindungan untuk beribadah menurut agamanya.
(2)    Sebelum anak dapat menentukan pilihannya, agama yang dipeluk anak mengikuti agama orang tuanya.


Pasal 43

(1)    Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, orang tua, wali, dan lembaga sosial menjamin perlindungan anak dalam memeluk agamanya.
(2)    Perlindungan anak dalam memeluk agamanya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi pembinaan, pembimbingan, dan pengamalan ajaran agama bagi anak.


Bagian Kedua

Kesehatan

Pasal 44
(1)    Pemerintah wajib menyediakan fasilitas dan menyeleng-garakan upaya kesehatan yang komprehensif bagi anak, agar setiap anak memperoleh derajat kesehatan yang optimal sejak dalam kandungan.
(2)    Penyediaan fasilitas dan penyelenggaraan upaya kesehatan secara komprehensif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didukung oleh peran serta masyarakat.
(3)    Upaya kesehatan yang komprehensif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, baik untuk pelayanan kesehatan dasar maupun rujukan.
(4)    Upaya kesehatan yang komprehensif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselenggarakan secara cuma-cuma bagi keluarga yang tidak mampu.
(5)    Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


Pasal 45
(1)    Orang tua dan keluarga bertanggung jawab menjaga kesehatan anak dan merawat anak sejak dalam kandungan.
(2)    Dalam hal orang tua dan keluarga yang tidak mampu melaksanakan tang¬gung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pemerintah wajib memenuhinya.
(3)    Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


Pasal 46


Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib mengusahakan agar anak yang lahir terhindar dari penyakit yang mengancam kelangsungan hidup dan/atau menimbulkan kecacatan.




Pasal 47

(1)    Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib melindungi anak dari upaya transplantasi organ tubuhnya untuk pihak lain.
(2)    Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib melindungi anak dari perbuatan :

a.    pengambilan organ tubuh anak dan/atau jaringan tubuh anak tanpa memperhatikan kesehatan anak;
b.     jual beli organ dan/atau jaringan tubuh anak; dan
c.    penelitian kesehatan yang menggunakan anak sebagai objek penelitian tanpa seizin orang tua dan tidak mengutamakan kepentingan yang terbaik bagi anak.

Bagian Ketiga

Pendidikan

Pasal 48

Pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar minimal 9 (sembilan) tahun untuk semua anak.

Pasal 49

Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib memberikan kesempat¬an yang seluas-luasnya kepada anak untuk memperoleh pendidikan.


Pasal 50


Pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 diarahkan pada :

a.    pengembangan sikap dan kemam¬puan kepribadian anak, bakat, kemampuan mental dan fisik sampai mencapai potensi mereka yang optimal;
b.    pengembangan penghormatan atas hak asasi manusia dan kebebasan asasi;
c.    pengembangan rasa hormat terha¬dap orang tua, identitas budaya, bahasa dan nilai-nilainya sendiri, nilai-nilai nasional di mana anak bertempat tinggal, dari mana anak berasal, dan peradaban-peradaban yang berbeda-beda dari peradaban sendiri;
d.    persiapan anak untuk kehidupan yang bertanggung jawab; dan
e.    pengembangan rasa hormat dan cinta terhadap lingkungan hidup.





Pasal 51


Anak yang menyandang cacat fisik dan/atau mental diberikan kesempatan yang sama dan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan biasa dan pendidikan luar biasa.

Pasal 52

Anak yang memiliki keunggulan diberikan kesempatan dan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan khusus.


Pasal 53

(1)    Pemerintah bertanggung jawab untuk memberikan biaya pendidikan dan/atau bantuan cuma-cuma atau pelayanan khusus bagi anak dari keluarga kurang mampu, anak terlantar, dan anak yang bertempat tinggal di daerah terpencil.
(2)    Pertanggungjawaban pemerintah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) termasuk pula mendorong masyarakat untuk berperan aktif.


Pasal 54

Anak di dalam dan di lingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah atau teman-temannya di dalam sekolah yang bersangkutan, atau lembaga pendidikan lainnya.



Bagian Keempat

Sosial

Pasal 55

(1)    Pemerintah wajib menyelenggarakan pemeliharaan dan perawatan anak terlantar, baik dalam lembaga maupun di luar lembaga.
(2)    Penyelenggaraan pemeliharaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan oleh lembaga masyarakat.
(3)    Untuk menyelenggarakan pemeli¬ha¬raan dan perawatan anak terlantar, lembaga pemerintah dan lembaga masyarakat, sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dapat mengadakan kerja sama dengan berbagai pihak yang terkait.
(4)    Dalam hal penyelenggaraan pemeliharaan dan perawatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), pengawasannya dilakukan oleh Menteri Sosial.


Pasal 56
(1)    Pemerintah dalam menyelenggarakan pemeliharaan dan perawatan wajib mengupayakan dan membantu anak, agar anak dapat :

a.    berpartisipasi;
b.    bebas menyatakan pendapat dan berpikir sesuai dengan hati nurani dan agamanya;
c.    bebas menerima informasi lisan atau tertulis sesuai dengan tahapan usia dan perkembangan anak;
d.    bebas berserikat dan berkumpul;
e.    bebas beristirahat, bermain, berekreasi, berkreasi, dan berkarya seni budaya; dan
f.    memperoleh sarana bermain yang memenuhi syarat kesehatan dan keselamatan.

(2)    Upaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikembangkan dan disesuaikan dengan usia, tingkat kemampuan anak, dan lingkungannya agar tidak menghambat dan mengganggu perkembangan anak.


Pasal 57


Dalam hal anak terlantar karena suatu sebab orang tuanya melalaikan kewajibannya, maka lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, keluarga, atau pejabat yang berwenang dapat mengajukan permohonan ke pengadilan untuk menetapkan anak sebagai anak terlantar.


Pasal 58
(1)    Penetapan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 sekaligus menetapkan tempat penampungan, pemeliharaan, dan perawatan anak terlantar yang bersangkutan.
(2)    Pemerintah atau lembaga yang diberi wewenang wajib menyediakan tempat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).


Bagian Kelima

Perlindungan Khusus

Pasal 59


Pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran.


Pasal 60

Anak dalam situasi darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 terdiri atas :

a.    anak yang menjadi pengungsi;
b.    anak korban kerusuhan;
c.    anak korban bencana alam; dan
d.    anak dalam situasi konflik bersenjata.

Pasal 61

Perlindungan khusus bagi anak yang menjadi pengungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 huruf a dilaksanakan sesuai dengan ketentuan hukum humaniter.

Pasal 62

Perlindungan khusus bagi anak korban kerusuhan, korban bencana, dan anak dalam situasi konflik bersenjata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 huruf b, huruf c, dan huruf d, dilaksanakan melalui :
a.    pemenuhan kebutuhan dasar yang terdiri atas pangan, sandang, pemukiman, pendidikan, kesehatan, belajar dan berekreasi, jaminan keamanan, dan persamaan perlakuan; dan
b.    pemenuhan kebutuhan khusus bagi anak yang menyandang cacat dan anak yang mengalami gangguan psikososial.

Pasal 63


Setiap orang dilarang merekrut atau memperalat anak untuk kepentingan militer dan/atau lainnya dan membiarkan anak tanpa perlindungan jiwa.


Pasal 64

(1)    Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 meliputi anak yang berkonflik dengan hukum dan anak korban tindak pidana, merupakan kewajiban dan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat.
(2)    Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan melalui :

a.    perlakuan atas anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak-hak anak;
b.    penyediaan petugas pendamping khusus anak sejak dini;
c.    penyediaan sarana dan prasarana khusus;
d.    penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan yang terbaik bagi anak;
e.    pemantauan dan pencatatan terus menerus terhadap perkembangan anak yang berhadapan dengan hukum;
f.    pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan orang tua atau keluarga; dan
g.    perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi.

(3)    Perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan melalui :

a.    upaya rehabilitasi, baik dalam lembaga maupun di luar lembaga;
b.    upaya perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi;
c.    pemberian jaminan keselamatan bagi saksi korban dan saksi ahli, baik fisik, mental, maupun sosial; dan
d.    pemberian aksesibilitas untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan perkara.

Pasal 65

(1)    Perlindungan khusus bagi anak dari kelompok minoritas dan terisolasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dilakukan melalui penyediaan prasarana dan sarana untuk dapat menikmati budayanya sendiri, mengakui dan melaksanakan ajaran agamanya sendiri, dan menggunakan bahasanya sendiri.
(2)    Setiap orang dilarang menghalang-halangi anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk menikmati budayanya sendiri, mengakui dan melaksanakan ajaran agamanya, dan menggunakan bahasanya sendiri tanpa mengabaikan akses pemba¬ngunan masyarakat dan budaya.


Pasal 66

(1)    Perlindungan khusus bagi anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 merupakan kewajiban dan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat.
(2)    Perlindungan khusus bagi anak yang dieksploitasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui :

a.    penyebarluasan dan/atau sosialisasi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual;
b.    pemantauan, pelaporan, dan pemberian sanksi; dan
c.    pelibatan berbagai instansi pemerintah, perusahaan, serikat pekerja, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat dalam penghapusan eksploitasi terhadap anak secara ekonomi dan/atau seksual.

(3)    Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan eksploitasi terhadap anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Pasal 67

(1)    Perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, dan terlibat dalam produksi dan distribusinya, dilakukan melalui upaya pengawasan, pencegahan, perawatan, dan rehabilitasi oleh pemerintah dan masyarakat.
(2)    Setiap orang dilarang dengan sengaja menempatkan, membiarkan, melibatkan, menyuruh melibatkan anak dalam penyalahgunaan, produksi dan distribusi napza sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).


Pasal 68
(1)    Perlindungan khusus bagi anak korban penculikan, penjualan, dan perdagangan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dilakukan melalui upaya pengawasan, perlindungan, pencegahan, perawatan, dan rehabilitasi oleh pemerintah dan masyarakat.
(2)    Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan penculikan, penjualan, atau perdagangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).


Pasal 69

(1)    Perlindungan khusus bagi anak korban kekerasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 meliputi kekerasan fisik, psikis, dan seksual dilakukan melalui upaya :

a.    penyebarluasan dan sosialisasi ketentuan peraturan perundang-undangan yang melindungi anak korban tindak kekerasan; dan
b.    pemantauan, pelaporan, dan pemberian sanksi.

(2)    Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Pasal 70
(1)    Perlindungan khusus bagi anak yang menyandang cacat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dilakukan melalui upaya :

a.    perlakuan anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak anak;
b.    pemenuhan kebutuhan-kebutuhan khusus; dan
c.    memperoleh perlakuan yang sama dengan anak lainnya untuk mencapai integrasi sosial sepenuh mungkin dan pengembangan individu.

(2)    Setiap orang dilarang memperlakukan anak dengan mengabaikan pandangan mereka secara diskriminatif, termasuk labelisasi dan penyetaraan dalam pendidikan bagi anak-anak yang menyandang cacat.


Pasal 71

(1)    Perlindungan khusus bagi anak korban perlakuan salah dan penelantaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dilakukan melalui pengawasan, pencegahan, perawatan, dan rehabilitasi oleh pemerintah dan masyarakat.
(2)    Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melibatkan, menyuruh melibatkan anak dalam situasi perlakuan salah, dan penelantaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

BAB X

PERAN MASYARAKAT

Pasal 72

(1)    Masyarakat berhak memperoleh kesempatan seluas-luasnya untuk berperan dalam perlindungan anak.
(2)    Peran masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh orang perseorangan, lembaga perlindungan anak, lembaga sosial kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, badan usaha, dan media massa.

Pasal 73

Peran masyarakat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB XI

KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA

Pasal 74

Dalam rangka meningkatkan efektivitas penyelenggaraan perlindungan anak, dengan undang-undang ini dibentuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia yang bersifat independen.

Pasal 75

(1)    Keanggotaan Komisi Perlindungan Anak Indonesia terdiri dari 1 (satu) orang ketua, 2 (dua) orang wakil ketua, 1 (satu) orang sekretaris, dan 5 (lima) orang anggota.
(2)    Keanggotaan Komisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri dari unsur pemerintah, tokoh agama, tokoh masyarakat, organisasi sosial, organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi, lembaga swadaya masyarakat, dunia usaha, dan kelompok masyarakat yang peduli terhadap perlindungan anak.
(3)    Keanggotaan Komisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diangkat dan diberhentikan oleh Presiden setelah mendapat pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun, dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
(4)    Ketentuan lebih lanjut mengenai kelengkapan organisasi, mekanisme kerja, dan pembiayaan ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

Pasal 76

Komisi Perlindungan Anak Indonesia bertugas :

a.    melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi, dan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak;
b.    memberikan laporan, saran, masukan, dan pertimbangan kepada Presiden dalam rangka perlindungan anak.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 22 Oktober 2002

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

MEGAWATI SOEKARNOPUTRI

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 22 Oktober 2002

SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

BAMBANG KESOWO



LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2002 NOMOR 109

Salinan sesuai dengan aslinya

SEKRETARIAT KABINET RI

Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan II

Ttd.
Edy Sudibyo

Penjelasan ...

P E N J E L A S A N
A T A S
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 23 TAHUN 2002
TENTANG
PERLINDUNGAN ANAK


UMUM

Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-Hak Anak. Dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.

Meskipun Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia telah mencantumkan tentang hak anak, pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara untuk memberikan perlindungan pada anak masih memerlukan suatu undang-undang mengenai perlindungan anak sebagai landasan yuridis bagi pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab tersebut. Dengan demikian, pembentukan undang-undang ini didasarkan pada pertimbangan bahwa perlindungan anak dalam segala aspeknya merupakan bagian dari kegiatan pembangunan nasional, khususnya dalam memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Orang tua, keluarga, dan masyarakat bertanggung jawab untuk menjaga dan memelihara hak asasi tersebut sesuai dengan kewajiban yang dibebankan oleh hukum. Demikian pula dalam rangka penyelenggaraan perlindungan anak, negara dan pemerintah bertanggung jawab menyediakan fasilitas dan aksesibilitas bagi anak, terutama dalam menjamin pertumbuhan dan perkembang-annya secara optimal dan terarah.

Undang-undang ini menegaskan bahwa pertanggungjawaban orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara terus-menerus demi terlindunginya hak-hak anak. Rangkaian kegiatan tersebut harus berkelanjutan dan terarah guna menjamin pertumbuhan dan perkembangan anak, baik fisik, mental, spiritual maupun sosial. Tindakan ini dimaksudkan untuk mewujudkan kehidupan terbaik bagi anak yang diharapkan sebagai penerus bangsa yang potensial, tangguh, memiliki nasionalisme yang dijiwai oleh akhlak mulia dan nilai Pancasila, serta berkemauan keras menjaga kesatuan dan persatuan bangsa dan negara.

Upaya perlindungan anak perlu dilaksanakan sedini mungkin, yakni sejak dari janin dalam kandungan sampai anak berumur 18 (delapan belas) tahun. Bertitik tolak dari konsepsi perlindungan anak yang utuh, menyeluruh, dan komprehensif, undang-undang ini meletakkan kewajiban memberikan perlindungan kepada anak berdasarkan asas-asas sebagai berikut :

a. nondiskriminasi;
b. kepentingan yang terbaik bagi anak;
c. hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan
d. penghargaan terhadap pendapat anak.

Dalam melakukan pembinaan, pengembangan dan perlindungan anak, perlu peran masyarakat, baik melalui lembaga perlindungan anak, lembaga keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, organisasi sosial, dunia usaha, media

Tidak ada komentar:

Posting Komentar